"kenapa kamu menangis?" tanyanya tiba-tiba.
"apa kau tak rasakan kebimbanganku?" aku terisak menatapnya.
Dia diam. Menatapku. Dan mulai mendekatiku. Ikut duduk bersamaku di sebuah bongkahan batu besar yang menghadap danau yang begitu indah dengan warna birunya. Di merangkulku. Menyentuh pipiku dan mulai menyeka air mataku.
"kamu kenapa? aku mengerti kamu gelisah. Tapi aku tidak mengerti apa yang membuatmu seperti ini. Katakan sayang..."
"tak apa... mungkin aku terlalu sensitif. Aku terlalu takut kehilangan kamu." aku mencoba tersenyum menatapnya.
"jangan beri aku senyum palsumu!" tegasnya.
Aku hanya menghela nafasku. Memandang jauh di ujung sana sepasang angsa yang sedang asyik berduaan berenang mengelilingi danau. Hanya untuk sekedar menghibur diri. Tanpa membalas satu katapun dari mulutnya. Tiba-tiba dia menyentuh daguku, mengatur wajahku agar menatap kearahnya, lalu dia menggenggam tanganku dengan erat.
"Jangan mencoba tersenyum, jika kamu menangis. Aku disini untukmu. Aku disini untuk mengerti keluh kesahmu. Apa yang kau khawatirkan lagi?"
Aku terdiam menatapnya. Tak mungkin aku katakan jikaaku sedang cemburu dengan sahabatku sendiri. Apa yang akan dunia katakan terhadapku? Ah Tuhan,ini sangat sulit...
...................................................................................................................................................................
Aku masih terdiam membisu. Hanya berpindah tempat, mulai berdiri, mendekati pinggiran danau dan duduk dengan alas rumput yang hijau.
Aku masih membiarkan bisu menguasaiku dan Zaro. Tak butuh waktu lama, Zaro kembali menghampiriku. Duduk disampingku, memegang lenganku, lalu memelukku. Aku membiarkan kehangatannya menjalar dalam tubuhku. Sangat dekat...
"Kanina..." panggilnya, sementara aku masih diam tanpa kata.
"Aku mohon, jangan diamkan aku seperti ini. Tolong katakan apa yang ada di fikiranmu, karena aku tak bisa sepenuhnya membaca fikirmu. Aku hanya dapat merasakan kegelisahanmu tanpa aku tau penyebabnya." lanjutnya.
"Aku... aku hanya... hanya... emmmh..." jawabku terpotong-potong.
"Hanya apa Kanina?"
"Aku belum sanggup mengatakannya Zaro, aku akan sangat merasa bodoh... Aaaah" air mataku tetes tanpa meminta persetujuanku. Tanganku semakin mengeratkan pelukan kami. Seakan tak pernah ingin kulepaskan. Zaro mencium keningku. Seakan memberikan satu kehangatan yang bisa dirasa menenangkanku.
....................................................................................................................................................................
Kebodohanku cemburu dengan sahabatku sendiri. Apa aku harus mengatakannya? Tidak ada sedikitpun keberanianku untuk mengatakannya. Aku masih terdiam. Tak pernah menjawab pertanyaan Zaro. Namun, entah kenapa, Zaro begitu sabar menungguku berbicara. Seharusnya aku tak boleh ragukan lagi cintanya dan tak perlu takut dia akan pergi. Tapi... ah entahlah. Kanina... apa yang terjadi padamu? Kenapa kau begitu cemburu Kanina...
.....................................................................................................................................................................
Aku dan Zaro kembali bertemu. Ditempat yang selalu kita kunjungi. Untuk duduk di batu besar. Melihatsepasang angsa yang selalu berenang mengelilingi danau yang biru. Indahnya. Sayang keadaan hatiku masih seperti ini. Gelisah. Begitu meresahkan.
"Kanina, kau masih marah?" tana Zaro memegang pundakku.
"Aku tidak pernah marah. Bagaimana bisa, aku terlalu mencintaimu Zaro."
"Lalu kenapa kau seperti ini? Kamu tak pernahmenjawab pertanyaanku. setiap malam, aku memikirkan hal ini. Aku tak pernah ingin menyakitimu."
"Tidak Zaro, Tidak. Kau tidak menyakitiku, aku yang bodoh. Terlalu sensitif. Terlalu cemburu..."
"cemburu?" Zaro memotong kalimatku ketika aku selesai pada huruf 'U'.
"Ah sudahlah, jangan kau tanyakan hal itu" air mataku kembali menetes.
"Lalu kenapa kau menangis lagi Kanina? Jika ada suatu hal yang membuat hatimu tidak tenang, tolong katakan. Kita jalani sama-sama."Zaro mengusap air mataku.
"Zaro... aku... aku..."
"katakan sayang!"
"Aku hanya cemburu dengan Kirana. Aku tau ini bodoh. Dan aku..."
"Ssst..." jarinya menyentuh bibirku. Sebagai isyarat agar aku tidak melanjutkan kalimat itu. Lalu dia memelukku dengan sejuta kehangatan yang selalu membuatku tenang. Yang mampu mengalihkan duniaku. Yang membuatku terpejam dan tak mampu mengeluarkan kata sedikitpun. Aku terlalu terpesona.
"Kanina, jangan sekali-sekali kau merasa bodoh. Aku mengerti ketakutanmu. Perlu kamu tau, aku disini. Tidak akan pergi. Tidak akan berpaling. Jika kamu kembali dalam masa ini, jangan pernah sungkan untuk mengatakannya. Aku disini untuk menjagamu. Kita jalani sama-sama."
"Tapi..."
"Sudahlah, tidak ada tapi! Hanya ada aku dan kamu."
.....................................................................................................................................................................
Ah, aku salah. Ini begitu indah. Seharusnya aku tak cemburu. Seharusnya aku paham. Ya Tuhan, dia malaikatmu yang begitu menakjubkan. Yang kau turunkan untukku.Yang siap menopang kesedihanku. Terimakasih, meskipun malaikatmu yang satu ini tanpa sayap. Tapi sangat indah dan sempurna bagiku.... :)